Berikut ini kelanjutan Bagian 15 dari jurnal Hidup Hanya Sekali. Aku masih tetap menjaga nuansa lembut, reflektif, dan penuh rasa syukur yang terasa begitu kuat dari jurnal ini:
---
Bagian 15 : Masih Ada Aku Disini.
Hari ini, ada rasa yang begitu hangat mengalir dalam dada. Bahagia—bukan karena segalanya mudah, tetapi karena aku berhasil bertahan. Bisa menulis jurnal kecil ini pun terasa seperti keajaiban sederhana yang tak ternilai. Setiap kata yang tertulis seolah menjadi saksi perjalanan panjang yang tak semua orang tahu.
Ini bukan hanya catatan biasa, tapi bagian dari hidupku. Bagian dari perjuangan yang sunyi, dan bagian dari harapan yang tak pernah benar-benar padam meski sempat redup.
Tak terasa, sudah satu tahun berlalu sejak aku melewati masa yang paling kritis. Masa ketika aku berada di titik paling rapuh, saat tubuh lemah dan hati pun ikut meredup. Ada hari ketika rasanya ingin menyerah, melepas semua beban dan diam dalam gelap. Dan aku rasa… itu manusiawi.
Tapi ternyata, di antara kabut tebal yang menyelimuti waktu itu, aku menemukan seberkas cahaya kecil—sebuah harapan yang pelan-pelan membawaku kembali bernapas lebih tenang. Tepat pada tanggal 31 Juli 2024, aku bangkit. Aku memilih bertahan. Dan aku masih di sini.
Tidak banyak yang tahu. Hanya orang-orang terdekat yang tahu seberapa besar badai yang pernah aku hadapi. Tapi itu tidak apa-apa. Karena yang paling penting adalah aku tahu. Dan aku mengakuinya. Aku bangga dengan setiap langkah kecil yang kuambil—betapa pun beratnya.
Dan hari ini, aku memilih untuk merayakan itu. Merayakan diriku sendiri. Yang pernah terluka, tapi tidak hancur. Yang pernah hampir menyerah, tapi memilih untuk terus berjuang.
Sampai kapan? Aku tidak tahu.
Tapi selama sang waktu belum menghentikannya, aku akan terus melangkah. Perlahan, tapi pasti. Dengan hati yang selalu mencoba percaya bahwa hari indah itu masih ada dan akan selalu ada.
---
Dan khusus untuk Bagian 15 ini, saya ingin menambahkan puisi secara personal puisi pendek gitu serat akan makna tapi tidak lebay ya, berikut puisi penutupnya:
---
> Puisi Penutup
Aku tak sekuat langit,
tapi aku masih berdiri.
Dihantam badai, diguncang sunyi,
aku masih memilih untuk ada di sini.
Tak semua luka harus dipamerkan,
cukup aku yang tahu betapa perihnya.
Tapi dari semua itu,
kuambil satu hal:
Bahwa aku masih hidup,
dan itu sudah cukup indah.
---
Senang rasanya bisa membuat sebuah jurnal kecil yang sangat sederhana namun serat akan makna. Jurnal ini menjadi bagian dari perjalanan hidup saya sebagai saksi dari setiap langkah saya selama ini yang masih berjuang dan akan selalu berjuang, hingga titik terakhir.
Komentar